Selasa, 10 November 2015

ADAT ISTIADAT DAN BUDAYA YOGYAKARTA


  ADAT ISTIADAT DAN BUDAYA YOGYAKARTA


Bila kita membahas ini, akan terpusat pada adat istiadat dan budaya yang ada di Kraton Yogyakarta yang merupakan pusat budaya Yogyakarta khususnya.
Pada perjanjian Giyanti tahun 1755 yang secara politis terbelahnya kerajaan Mataram menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, juga menyangkut perjanjian budaya antara Sunan Paku Buwono III dengan Sultan Hamengku Buwono I, yaitu antara lain bahwa Kasultanan Yogyakarta tetap melestarikan budaya Mataram Islam , sedangkan Surakarta mengadakan modifikasi meski masih berpijak pada budaya Mataram Islam. Adapun yang akan kita bahas di sini adalah tentang upacara adat dan budaya di Kraton Yogyakarta, yang terdiri atas:

1. Upacara Inisiasi, yang terdiri atas:
a. Parasan
Yaitu upacara potong rambut yang pertama kali bagi seorang putera sultan. Dilakukan saat bayi berumur selapan (35) hari.
Perlengkapannya a.l.: sajen-sajen, air dengan bunga setaman, handuk, sabun, alat cukur, dan pakaian bayi.
Jalannya upacara :
Setelah semua perlengkapan siap di tempat upacara, Sri Sultan hadir dan duduk di atas kasur (Palenggahan Dalem), kemudian memerintahkan kepada kyai pengulu untuk memulai do’a bagi putera sultan yang akan di cukur. Setelah do’a selesai, segera Sri Sultan mencukur rambut puteranya, dilanjutkan oleh ibunya hingga selesai. Rambut selanjutnya ditanam, setelah itu, bayi segera dimandikan dengan air bunga dan diberi pakaian yang bagus, dan upacarapun selesai.
  
b. Tedhak Siten
Yaitu upacara menginjak tanah yang pertama kali. Dilakukan bila anak berusia 7,8, atau 9 bulan bila anak sudah mulai berdiri.
Perlengkapannya a.l.: sajen-sajen, air bunga setaman, handuk, sabun, alat mandi, tangga (ondho) dari pohon tebu, alat-alat tulis, uang, mainan, yang semua ini diletakkan di dalam kurungan (sangkar) yang khusus dan dihias dengan bunga.
Jalannya upacara :
Setelah Sri Sultan hadir, segera upacara di mulai dari do’a kyai pengulu. Selesai do’a, anak beserta emban (Inang Pengasuh) masuk dalam kurungan. Anak dibimbing untuk memilih benda-benda yang ada di dalam kurungan. Bila anak memilih uang, ia dianggap kelak akan menjadi orang kaya. Kemudian sianak dibimbing untuk menaiki tangga yang terbuat dari tebu. Selanjutnya si anak di mandikan dengan air bunga. Setelah selesai, ibu dari si anak menyebar udhik-udhik, yaitu berupa uang logam dan beras kuning.
Terkadang upacara ini dilanjutkan dengan upacara Panggangan, yaitu anak menarik pisang saja dengan jumlah lirang genap bertongkatkan ayam (ingkung) yang disunduk sebagai teken saat berjalan yang pertama.

c. Supitan
Yaitu upacara sunatan
Perlengkapannya a.l.: krobongan (ruang berbentuk segi empat ditutup dengan kain sutra putih yang didalamnya ada sebuah kursi dan sajen-sajen). Pakaian: kepala dengan songkok (bagi putera permaisuri) atau puthut, baju bludiran tanpa lengan, kamus dan timang, kain pradan.
Jalannya upacara :
Setelah segalanya siap, Sri Sultan memerintahkan kepada Narpa Cundhaka (ajudan) untuk memanggil putera yang akan disunat. Dengan dibimbing oleh seorang Pangeran dan beberapa orang pembawa alat perlengkapan yaitu kebut, ode kollonye, sapu tangan, minum dan cengkal perak, ia langsung masuk kedalam krobongan untuk disunat. Namun sebelumnya ia di do’akan terlebih dahulu. Begitu disunat, dihormati dengan bunyi gamelan Kodhok Ngorek. Setelah selesai ia langsung caos bekti (sungkem) kepada Sri Sultan. Setelah sungkem ia kembali ke Kasatriyan untuk beristirahat. Dan upacara selesai.

d. Tetesan
Yaitu upacara sunatan bagi perempuan. Dilaksanakan setelah menempuh usia 8 tahun.
Perlengkapannya a.l.: 2 buah krobongan, sajen-sajen, perlengkapan mandi dan pakaian kebesaran.
Jalannya upacara :
Setelah segala perlengkapan siap, Sri Sultan hadir dan memerintahkan kyai pengulu untuk mendo’akan puteri yang akan disunat. Usai berdo’a, puteri dibopong oleh seorang emban masuk dalam krobongan dan di sunat oleh seorang bidan. Setelah selesai lalu ia dimandikan di krobongan yang lain dengan air bunga serta dirias dengan busana berkain sabuk wala pradan. Selanjutnya ia caos bekti (sungkem) kepada Sri Sultan.

e. Tarapan
Yaitu upacara yang diadakan saat puteri menstruasi pertama.
Perlengkapannya a.l.: krobongan, sajen-sajen, perlengkapan mandi, dan busana.
Jalannya upacara :
Setelah semua siap, Sri Sultan Hadir dan menyuruh kyai pengulu untuk berdo’a. Puteri dimandikan dalam krobongan dengan air bunga. Setelah selesai ia dirias dengan menggunakan pakaian kebesaran berupa pinjungan dengan kain batik pradan. Selanjutnya ia sungkem kepada Sri Sultan, dan upacarapun selesai.

 f. Perkawinan
Upacara yang berhubungan dengan perkawinan dilakukan selama beberapa hari, dimulai dengan :
· Upacara Nyanti: calon menantu Sri Sultan masuk ke Kraton untuk di sangker (karantina). Bagi pria menginap di Dalem Kasatriyan dan wanita di Emper Bangsal Prabeyaksa.
· Hari berikutnya diadakan Upacara Siraman: memandikan calon pengantin. Bagi pria bertempat di Gedhong Pompa Dalem Kasatriyan dan wanita bertempat di kamar mandi Dalem Sekar Gedhatonan.
· Malam harinya di adakan Upacara Midadareni. Pada malam ini bagi calon mempelai wanita di adakan Upacara Tantingan, yaitu menanyakan kepada calon mempelai wanita apakah sudah siap melaksanakan Upacara Pernikahan dengan calon suaminya. Bagi puteri Sri Sultan yang melakukan penantingan adalah Sri Sultan sendiri. Sedangkan bagi calon mantu Sri Sultan yang melakukan adalah orang tuanya sendiri.
· Pagi harinya diadakan Upacara Akad Nikah di Masjid Panepen.
· Siang harinya diadakan Upacara Panggih yang berlangsung di Tratag Bangsal Kencana dengan pakaian kebesaran pengantin corak basahan. Selesai upacara ini diadakan Upacara Pondhongan (Bila menantu Sultan itu pria).
· Sore harinya diadakan Upacara Kirab mengelilingi benteng.
· Malam harinya diadakan Upacara Resepsi.
· Pagi harinya diadakan Upacara Pamitan: yaitu kedua pengantin pamit kepada Sri Sultan Untuk pulang ke rumah pengantin pria, di luar Kraton.

 2. Siraman Pusaka
Yaitu Upacara membersihkan segala bentuk pusaka yang menjadi milik Kraton. Diadakan setiap bulan Suro pada hari Jum’at Kliwon atau Selasa Kliwon dari pagi hingga siang hari. Biasanya dilakukan selama dua hari. Adapun bentuk pusaka yang dibersihkan antara lain: tombak, keris, pedang, kereta, ampilan (banyak dhalang sawunggaling), dan lain-lain.
Pusaka yang dianggap paling penting yaitu: tombak K.K. Ageng Plered, keris K.K. Ageng Sengkelat, kereta K. Nyai Jimat. Khusus Sri Sultan membersihkan K.K. Ageng Plered dan Kyai Ageng Sengkelat, setelah itu selesai baru pusaka yang lain dibersihkan oleh para Pangeran, Wayah Dalem dan Bupati.

3. Ngabekten
Yaitu Upacara Sungkem dari para kerabat Kraton Yogyakarta. Upacara ini diadakan setiap bulan syawal bersamaan dengan perayaan Idul Fitri. Upacara ini dilaksnakan selama dua hari. Sri Sultan menerima permohonan ma’af dari para kerabat Kraton yakni para Bupati, Pangeran, Tentana Dalem (wayah, buyut, dan canggah) kaji, dan wedana. Upacara ini dilaksanakan di Bangsal Kencana dan di Emper Bangsal Prabayeksa. Untuk para pangeran, bupati, pengulu dan kaji serta wedana dilaksanakan di Bangsal Prabayeksa Kencana. Untuk para sentana dalem pria di Emper Bangsal Prabeyaksa. Untuk sentana dalem perempuan di Tratag Bangsal Prabeyaksa.

 4. Sekaten
Perayaan sekaten diadakan pada bulan Maulud atau bulan Robiul Awal, dalam rangka memperingati hari Maulid Nabi Muhammad SAW, dilangsungkan selama 6 hari berturut-turut, dimulai tanggal 6 s.d. 12 bulan Maulud. Dalam perayaan sekaten ini dimainkan dua perangkat gamelan pusaka yang dikenal dengan nama K.K. Gunturmadu dan K.K. Nagawilaga atau juga disebut K.K. Sekati.
Sementara itu di alun-alun utara diadakan keramaian dengan berbagai pertunjukkan hiburan dan pameran..
Pertama-tama gamelan sekaten dibunyikan di Bangsal Ponconiti, kira-kira jam 00.00 WIB kedua gamelan diusung ke Masjid Besar sebelah barat alun-alun dan diletakkan di Bangsal Pagengan sebelah utara dan selatan. Dan selanjutnya gamelan tersebut ditabuh setiap hari kecuali hari jum’at.
Pada tanggal 12 Rabiul Awal, Sri Sultan hadir di Masjid Besar langsung menuju ke tempat gamelan dan menyebar udhik-udhik kearah gamelan dan masyarakat yang hadir di situ. Kemudian Sri Sultan masuk ke Masjid Besar untuk mendengarkan riwayat Nabi Muhammad SAW yang dilakukan oleh K. Pengulu. Tepat pada pukul 00.00 Sri Sultan kembali ke Kraton. Sepulangnya beliau, gamelan sekaten juga dikembalikan ke dalam Kraton.
Pada pagi harinya diadakan Upacara Grebeg. Pada upacara ini dikeluarkan Gunungan dari Keraton yang di bawa ke Masjid Besar dan ke Pakualaman. Gunungan ini terdiri dari Gunungan Jantan, Betina, Darat, Pawuhan, Gepak, dan Kutuk. Pada grebeg Maulud tahun Dal, semua gunungan itu dikeluarkan.

5. Labuhan
Upacara ini diadakan setiap peringatan Jumenengan Dalem ke Parangkusumo.

6. Busana
Di dalam Keraton Yogyakarta berlaku suatu peraturan secara turun temurun apabila mereka masuk Kraton, yaitu:


 
a. Bagi Perempuan
Berkain wiron, berangkin (kemben) yang dikenakan dengan cara ”ubet-ubet”, gelung tekuk, tanpa baju dan tanpa alas kaki.


 
b. Bagi Laki-laki
Berblangkon, baju pranakan, kain batik dengan cara wiron engkol, berkeris (Bagi yang berpangkat bekel ke atas), dan tanpa alas kaki.
Pakaian tersebut di atas digunakan sehari-hari. Bila ada acara, mempunyai aturan tersendiri, berlaku bagi kerabat keraton, dan tidak berlaku bagi wisatawan.

7. Bahasa
Di dalam Kraton Yogyakarta bahasa sehari-hari yang digunakan disebut bahasa bagongan atau bahasa kedhatonan. Terdiri dari 11 (sebelas) kata, yaitu:
- Henggeh artinya inggih atau iya.
- Mboya artinya mboten atau tidak.
- Menira artinya kula atau saya.
- Pekenira artinya panjenengan atau kamu.
- Punapi artinya punapa atau apa.
- Puniki artinya punika atau ini.
- Puniku artinya punika atau itu.
- Wenten artinya wonten atau ada.
- Nedha artinya mangga atau mari.
- Besaos artinya kemawon atau hanya.
- Seyos artinya sanes atau lain.
Bahasa ini mulai berlaku sejak pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo yang memerintah Kerajaan Mataram tahun 1612 -1645, dan dilanjutkan Sultan Hamengku Buwono I yang memerintahkan Kraton Yogyakarta tahun 1755. Bahasa ini berlaku bagi kerabat kraton bila di dalam Kraton. Mereka berbahasa Krama Inggil khusus hanya kepada Sultan saja, dan Sultan berbahasa Ngoko pada semua kerabat, kecuali pada saudara Sultan yang lebih tua digunakan bahasa Krama Inggil.

8. Tata Krama
Di dalam Kraton terdapat suatu tata cara yang khusus pula. Sembah hanya diberikan kepada Sri Sultan saja. Bila kita hendak melaksanakan suatu tugas selalu di dahului dengan sembah dulu.begitu pula apabila kita dari duduk hendak berdiri.
Di dalam keraton semua kerabat Kraton dianggap sama, terbukti dari bahasa yang digunakan sehari-hari yakni bahasa bagongan. Sehingga tidak ada perbedaan antara yang berpangkat tinggi ataupun rendah, serta abdi dalem dan pangeran.
Di dalam Kraton terbagi atas dua bagian yaitu bagi perempuan di Kaputren dan bagi laki-laki di Ksatriyan. Batas ini diaktualisasikan dengan adanya Regol Manikantaya.

Demikian sekilas yang dapat diutarakan tentang Upacara Adat dan Adat Istiadat yang ada di Kraton Yogyakarta secara garis besar. Semoga dapat menambah pengetahuan saudara. Mohon ma’af atas segala kesalahan dan terima kasih atas perhatiannya.
 
sumber :http://awank64-wijayanto.blogspot.co.id/2012/03/adat-istiadat-dan-budaya-yogyakarta.html

Rabu, 08 April 2015

contoh kebudayaan yang ada di indonesia dan kejelasan kaitan manusia dengan kebudayaan tersebut


 contoh kebudayaan yang ada di indonesia dan kejelasan kaitan manusia dengan kebudayaan tersebut







1.      Kebudayaan penduduk pantai utara irian jaya
Identifikasi
Kebudayaan  penduduk irian jaya  tidak merupakan suatu kesatuan, tetapi menujukan suatu aneka warna yang amat besar.pada umum nya dapat di bedakan antara kebudayaan –kebudayaan dari penduduk daerah cendrawasih , penduduk pulau – pulau dan pantai teluk cendarawasih , penduduk rawa – rawa di daerah pantai utara.penduduk pegunungan jaya wijaya , penduduk daerah sungai-sungai dan rawa-rawa di bagian selatan ,dan  penduduk daerah sungai-sungai dan rawa-rawa di bagian selatan ,dan penduduk daerah sabana di bagian selatan . kecuali itu ada pula berbagai daerah kebudayaan yang berbeda di papua        niuguini. Kebudayaan-kebudayaan di daerah – daerah tersebut tidak hanya menujukan banyak nya perbedaan pada unsur-unsur yang kelihatan lahir, seperti teknologi,dasar dasar mata pencarian hidup dan kesenian,tetapi juga pada unsur –unsur yang bersifat lebih mendalam seperti kemasyarakatan.
Lebih lebih lagi kalau gejala aneka warna itu kita pandang dari sudut bahasa, maka hal itu akan kita pandang dari sudut bahasa,maka hal itu akan lebih muncul lagi , ada bahasa bahasa iran yang termasuk keluarga bahasa – bahasa malenesia 1),tetapi di samping itu ada pula bahasa – bahasa yang termasuk suatu keluarga yang lain sama sekali,ialah keluarga bahasa bahasa irian . keluarga bahasa bahasa irian ini sendiri dapat di bagi ke dalam beberapa keluarga khusus, yang satu dengan yang lain tak ada sangkut paut nya sama sekali. Tiap tiap keluarga ada sub keluarga nya , dan tiap tiap sub keluarga itu terdiri dari bahasa – bahasa yang konkrit yang sering kali amat banyak jumlah 2 ). Terutama
1)      Keluarga bahasa –bahasa malenesia merupakan suatu bagian dari suatu rumpun bahwa yang lebih besar lagi, ialah rumpun bahasa – bahasa austronesia , yang meliputi semua bahasa yang di ucapakan di suatu daerah kepulauan maha-luas, yang di sebalah barat di batasi oleh madagaskar (sebelah timur afrika), sebuah utara taiwan , dan sebelah timur oleh kepuluan pas di lautan teduh.
2)      Suatu pembagian dari bahasa-bahasa irian yang non malenesia di irian jaya yang ke dalam sub keluarga yang lebih khusus , termaktub dalam buku penduduk iran jaya (1963:htm ,32-36). Yang di susun oleh jurusan antrpologi universitas indonesia di bawah redaksi koentrjanigrat dan harja w.bachtiar
Irian jaya bagian teluk cendrawasih dan daerah pantai utara terkenal karena gejala kelompok .bahasa yang amat kecil di daerah tersebut ada misal nya bahasa bahasa yang hanya di ucapakan oleh 100 orang misal nya , bahkan ada bahasa bahasa yang lebih kecil lagi
Gejala aneka warna extrem dari kebudayan – kebudayaan yang ada di irian itu dapat di kembalikan jauh ke dalam zaman prehestori , waktu bangsa – bangsa yang asal dari daerah yang satu dengan yang lain berbeda, datang menduduki pulau itu karena tahap tinggal terpisah satu dengan lain sampai sekarang , karena karena isolasi geografis.karena itulah itulah orang irian yang  tinggal di irian bagian selatan, seperti orang mimika, orang asmat dan orang marindanim, pada dasar nya amat berbeda dengan orang biak atau waropen di teluk cendrawasih , dan pada pantai utara
Bab ini tidak akan membicarakan misal nya kebudayaan penduduk pegunungan jaya wijaya , yang baru saja kira kira satu dasawarsa yang lalu keluar dari kehidupan zaman neolitik , teteapi akan di khususkan kepada kebudayaan dari penduduk daerah dari pantai utara seperti gambar yang terdapat di gambar pada peta 4. Kebudayaan itu secara khusus sudah menujukaan suatu variasi antara kebudayaan dari penduduk pendalaman di daerah hulu sungai-sungai dan kebudayaan dari penduduk yang tinggal di pantai hililir dan muara sungai –sungai .karena seperti apa yang telah tersebut di atas , gejala aneka warna bahasa – bahasa kecil tadi justru di daerah pantai utara ini bersifat amat mencolok , maka baik penduduk hulu sungai – sungai maupun penduduk hillir sungai – sungai terpecah – pecah ke dalam kelompok – kelompok,kecil terdiri dari diantara 50-200 orang masing masing dalam lembah sungai nya sendiri dan dengan bahasa khusus nya sendiri – sendiri .
Sungai – sungai di daerah pantai utara irian jaya yang kecil – kecil bersumber di bukit yang mulai kira- kira 20 sampai 30 killometer ke pendalaman sedangkan sungai – sungai yang besar seperti tor , biri ,wiruwai dan lain lain bersumber di pengunungan – pegunungan gautler tersebut di atas sampai di daerah mulai nya bukit bukit , merupakan daerah rawa- rawa yang luas yang tertutup oleh hutan hutan sagu nibung ,sedangkan di daerah bukit2
2.      Kebudayaan padang

ASAL USUL KATA
Nama Minangkabau berasal dari dua kata, minang dan kabau. Nama itu dikaitkan dengan suatu legenda khas Minang yang dikenal di dalamtambo. Dari tambo tersebut, konon pada suatu masa ada satu kerajaan asing (biasa ditafsirkan sebagai Majapahit) yang datang dari laut akan melakukan penaklukan. Untuk mencegah pertempuran, masyarakat setempat mengusulkan untuk mengadu kerbau. Pasukan asing tersebut menyetujui dan menyediakan seekor kerbau yang besar dan agresif, sedangkan masyarakat setempat menyediakan seekor anak kerbau yang lapar dengan diberikan pisau pada tanduknya. Dalam pertempuran, anak kerbau yang lapar itu menyangka kerbau besar tersebut adalah induknya. Maka anak kerbau itu langsung berlari mencari susu dan menanduk hingga mencabik-cabik perut kerbau besar tersebut. Kemenangan itu menginspirasikan masyarakat setempat memakai nama Minangkabau,[12]yang berasal dari ucapan 'Manang kabau' (artinya menang kerbau). NamaMinangkabau juga digunakan untuk menyebut sebuah nagari, yaitu NagariMinangkabau, yang terletak di kecamatan Sungayang, kabupaten Tanah Datar, provinsi Sumatera Barat.
Dalam catatan sejarah kerajaan MajapahitNagarakretagama[13]bertarikh 1365 M, juga telah ada menyebutkan nama Minangkabwa sebagai salah satu dari negeri Melayu yang ditaklukannya. Sedangkan nama "Minang" (kerajaan Minanga) itu sendiri juga telah disebutkan dalam Prasasti Kedukan Bukit yang bertarikh 682 Masehi dan berbahasa Sansekerta. Dalam prasasti itu dinyatakan bahwa pendiri kerajaan Sriwijaya yang bernama Dapunta Hyang bertolak dari "Minānga" ....[14] Beberapa ahli yang merujuk dari sumber prasasti itu menduga, kata baris ke-4 (...minānga) dan ke-5 (tāmvan....) sebenarnya tergabung, sehingga menjadi mināngatāmvan dan diterjemahkan dengan maknasungai kembar. Sungai kembar yang dimaksud diduga menunjuk kepada pertemuan (temu) dua sumber aliran Sungai Kampar, yaitu Sungai Kampar Kiri dan Sungai Kampar Kanan.[15] Namun pendapat ini dibantah oleh Casparis, yang membuktikan bahwa "tāmvan" tidak ada hubungannya dengan "temu", karena kata temu dan muara juga dijumpai pada prasasti-prasasti peninggalan zaman Sriwijaya yang lainnya.[16]Oleh karena itu kata Minanga berdiri sendiri dan identik dengan penyebutan Minang itu sendiri.

 KOMPONEN BUDAYA PADANG:
1. BAHASA
Bahasa Minangkabau merupakan salah satu anak cabang bahasa Austronesia. Walaupun ada perbedaan pendapat mengenai hubungan bahasa Minangkabau dengan bahasa Melayu, ada yang menganggap bahasa yang dituturkan masyarakat ini sebagai bagian dari dialek Melayu, karena banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk tuturan di dalamnya, sementara yang lain justru beranggapan bahasa ini merupakan bahasa mandiri yang berbeda dengan
2. SENI
Tari piring atau dalam bahasa Minangkabau disebut dengan Tari Piriang, adalah salah satu jenis Seni Tari yang berasal dari Sumatra Barat yaitu masyarakat Minangkabau disebut dengan tari piring karena para penari saat menari membawa piring.
Pada awalnya dulu kala tari piring diciptakan untuk memberi persembahan kepada para dewa ketika memasuki masa panen, tapi setelah datangnya agama islam di Minangkabau tari piring tidak lagi untuk persembahan para dewa tapi ditujukan bagi majlis-majlis keramaian yang dihadiri oleh para raja atau para pembesar negeri, tari piring juga dipakai dalam acara keramaian lain misalnya seperti pada acara pesta perkawinan.Mengenai waktu kemunculan pertama kali tari piring ini belum diketahui pasti, tapi dipercaya bahwa tari piring telah ada di kepulaian melayu sejak lebih dari 800 tahun yang lalu. Tari piring juga dipercaya telah ada di Sumatra barat dan berkembang hingga pada zaman Sri Wijaya. Setelah kemunculan Majapahit pada abad ke 16 yang menjatuhkan Sri Wijaya, telah mendorong tari piring berkembang ke negeri-negeri melayu yang lain bersamaan dengan pelarian orang-orang sriwijaya saat itu.

Urutan Sen iTari Piring
Pada Seni tari piring dapat dilakukan dalam berbagai cara atau versi, hal itu semua tergantung dimana tempat atau kampung dimana Tarian Piring itu dilakukan. Namun tidak begitu banyak perbedaan dari Tari Piring yang dilakukan dari satu tempat dengan tempat yang lainnya, khususnya mengenai konsep, pendekatan dan gaya persembahan. Secara keseluruhannya, untuk memahami bagaimana sebuah Tari Piring disajikan, di bawah ini merupakan urutan atau susunan sebuah persembahannya.
1.Persiapan awal.
Sudah menjadi kebiasaan bahwa sebuah persembahan kesenian harus dimulakan dengan persediaan yang rapi. Sebelum sebuah persembahan diadakan, selain latihan untuk mewujudkan kecakapan, para penari Tari Piring juga harus mempunyai latihan penafasan yang baik agar tidak kacau sewakt umum buat persembahan.Menjelang hari atau masa persembahan, para penari Tari Piring harus memastikan agar piring-piring yang mereka akan gunakan berada dalam keadaan baik. Piring yang retak atau sumbing harus digantikan dengan yang lain, agar tidak membahayakan diri sendiri atau orang ramai yang menonton. Ketika ini jugapenari telah memutuskan jumlah piring yang akan digunakan.

            Segera setelah berakhir persembahan Silat Pulut di hadapan pasangan pengantin, piring-piring akan diatur dalam berbagai bentuk dan susunan di hadapan pasangan pengantin mengikut jumlah yang diperlukan oleh penari Tari Piring dan kesesuaian kawasan. Dalam masa yang sama, penari Tari Piring telah bersiap sedia dengan menyarungkan dua bentuk cincin khas, yaitu satu di jari tangan kanan dan satu di jari tangan kiri. Penari ini kemudian memegang piring atau ceper yang tidak retak atau sumbing.

2. Mengawali tarian
Tari Piring akan diawali dengan rebana dan gong yang dimainkan oleh para pemusik. Penari akan memulai Tari Piring dengan ’sembah pengantin’ sebanyak tiga kali sebagai tanda hormat kepada pengantin tersebut yaitu; sembah pengantin tangan di hadapan sembah pengantin tangan di sebelah kiri sembah pengantin tangan di sebelah kanan.
3.Saat Menari
Selesai dengan tiga peringkat sembah pengantin, penari Tari Piring akan memulakan tariannya dengan mencapai piring yang di letakkan di hadapannya serta mengayun-ayunkan tangan ke kanan dan kiri mengikut rentak muzik yang dimainkan. Penari kemudian akan berdiri dan mula bertapak atau memijak satu persatu piriring-piring yang telah disusun lebih awal tadi sambil menuju ke arah pasangan pengantin di hadapannya. Pada umumnya, penari Tari Piring akan memastikan bahwa semua piring yang telah diatur tersebut dipijak. Setelah semua piring selesai dipijak, penari Tari Piring akan mengundurkan langkahnya dengan memijak semula piring yang telah disusun tadi. Penari tidak boleh membelakangkan pengantin.
            Dalam masa yang sama kedua tangan akan berterusan dihayun ke kanan dan ke kiri sambil menghasilkan bunyi ‘ting ting ting ting …….’ hasil ketukan jari-jari penari yang telah disarung cincin dangan bagian bawah piring. Sesekali, kedua telapan tangan yang diletakkan piring akan dipusing-pusingkan ke atas dan ke bawah disamping seolah-olah memusing-musingkannya diatas kepala4.Mengakhiri Tarian Sebuah sajian Tari Piring oleh seseorang penari akan dapat berakhir apabila semua piring telah dipijak dan penari menutup sajiannya dengan melakukan sembah penutup atau sembah pengantin sekali lagi. Sembah penutup juga diakhiri dengan tiga sembah pengantin dengan susunan berikut; sembah pengantin tangan sebelah kanan sembah pengantin tangan sebelah kiri sembah pengantin tangan sebelah hadapan
MAKNA DARI PROSES TARI PIRING
            Tari Piring dikatakan tercipta dari ”wanita-wanita cantik yang berpakaian indah, serta berjalan dengan lemah lembut penuh kesopanan dan ketertiban ketika membawa piring berisi makanan yang lezat untuk dipersembahkan kepada dewa-dewa sebagai sajian. Wanita-wanita ini akan menari sambil berjalan, dan dalam masa yang sama menunjukan kecakapan mereka membawa piring yang berisi makanan tersebut”. Kedatangan Islam telah membawa perubahan kepada kepercayaan dan konsep tarian ini. Tari Piring tidak lagi dipersembahkan kepada dewa-dewa, tetapi untuk majlis-majlis keramaian yang dihadiri bersama oleh raja-raja atau pembesar negeri.Keindahan dan keunikan Tari Piring telah mendorong kepada perluasan persembahannya dikalangan rakyat jelata, yaitu dimajlis-majlis perkawinan yang melibatkan persandingan. Dalam hal ini, persamaan konsep masih wujud, yaitu pasangan pengantin masih dianggap sebagai raja yaitu ‘Raja Sehari’ dan layak dipersembahkan Tari Piring di hadapannya ketika bersanding.

Seni Tari Piring mempunyai peranan yang besar di dalam adat istiadat perkawinan masyarakat Minangkabau. Pada dasarnya, persembahan sesebuah Tari Piring di majlis-majlis perkawinan adalah untuk tujuan hiburan semata-mata. Namun persembahan tersebut boleh berperanan lebih dari pada itu. Persembahan Tari Piring di dalam sesebuah majlis perkawinnan boleh dirasai peranannya oleh empat pihak yaitu; kepada pasangan pengantin kepadatuan rumah kepadaorang ramai kepada penari sendiri.Pada umumnya, pakaian yang berwarna-warni dan cantik adalah hal wajib bagi sebuah tarian. Tetapi pada Tari Piring, sudah cukup dengan berbaju Melayu dan bersamping saja. Warna baju juga adalah terserah kepada penari sendiri untuk menentukannya. Namun, warna-warna terang seperti merah dan kuning sering menjadi pilihan kepada penari Tari Piring kerana ia lebih mudah di lihat oleh penonton.
Alat musik yang digunakan untuk mengiringi Tari Piring, cukup dengan pukulan Rebana dan Gong saja. Pukulan Gong amat penting sekali kerana ia akan menjadi panduan kepada penari untuk menentukan langkah dan gerak Tari Piringnya. Pada umumnya, kumpulan Rebana yang mengiringi dan mengarak pasangan pengantin diberi tanggungjawab untuk mengiringi persembahan Tari Piring. Namun, dalam keadaan tertentu Tari Piring boleh juga diiringi oleh alat musik lain seperti Talempong dan Gendang.
Itulah artikel yang membahas mengenai Seni tari piring dari Sumatra barat atau Tanang minangkabau. Semoga Budaya Seni tari asli dari tanah minangkabau ini bisa dijaga oleh para generasi muda sehingga bisa tetap lestari dan tidak punah.
3. TEKNOLOGI
Di zaman teknologi canggih, peranan budaya dibantu perkembangannya kemajuan teknologi seperti internet, televisi, radio, majalah, dan surat kabar. Setiap orang tidak perlu pergi jauh untuk bisa melihat sesuatu yang berbeda dari budayanya.
Ambil saja contoh budaya Minangkabau. Orang di luar sana bisa langsung melihat pertunjukan budaya dan berbagai macam jenis kesenian yang ada didalam Minang Kabau lewat berbagai media diatas.Minang Kabau adalah sebuah negeri yang kaya akan adat istiadat dan budaya yang terkenal sampai ke mancanegara. Cuma kemajuan di atas harus juga diiringi kemajuan sumber daya manusianya. Jangan sampai kemajuan teknologi akan menghasilkan apresiasi instan saja.

            Kita ketahui, di Minangkabau orang berfilosofi pada “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.” Kalimat tersebut mengandung arti yang sangat dalam bahwa seorang anak Minang harus menjaga nama bundo kanduangnya yakni tanah Minang yang dicintai. Setiap tingkah laku perbuatan yang dilakukan haruslah berpedoman kepada hal di atas. Dalam hal ini, adat selalu memakai apa yang dikatakan oleh syarak yang berarti agama yang berpegang teguh kepada kitab Al Qur’an. “syarak mangato adat mamakai”. Ini juga salah satu kata orang tua dahuluny ayang dimaksudkan diatas.

            Sayang, hal-hal seperti di atas secara berangsur-angsur hilang terbawa arus kebudayaan dari negeri barat-westernisasi dan aplikasi teknologi secara negatif. Disinilah perannya sumber daya manusia anak negeri untuk bisa menyaring serbuan itu. Diakui memang sulit untuk bisa menyatakan bahwa hal ini akan cepat bisa diatasi. Tapi, secara berpikir positif kita harus berpikir ini bisa diatasi dengan mudah bila adanya peran serta dari orang tua yang mau menggiatkan dan membantu pemerintah dalam hal budaya khususnya. Segala sesuatu sifat dan karakter manusia itu ditentukan oleh dan dari siapa keluarganya, juga situasi lingkungan yang merupakan pengaruh sangat besar dalam perkembangan budaya Minang Kabausa atini.

            Pemerintah juga menggalakkan “baliak ka surau,” himbauan ini sangatlah kecil maknanya bagi orang yang tidak tahu apa arti kembali ke surau atau musala. Maksudnya kita harus mempondasikan hal seperti silaturahmi yang erat terlebih dahulu. Dengan adanya silaturahmi yang bagus tanpa adanya pemutusan tali persaudaraan, anak minang akan senang dan mudah untuk kembali ke surau diiringi dengan program yang menarik bagi para remaja.
Kalau cuma ceramah satu jam, mereka hanya duduk dan dengar tanpa adanya respon. Kita semua pun akan susah untuk bisa memahami apa sebenarnya yang dibicarakan. Di surau, anak diajari bagaimana bisa salat, mengaji dan membela dirinya dengan bela diri minang yakni Silat. Seorang anak Minang yang tau dengan silat, dia akan tau dengan dirinya. Karena arti hakiki dari silat bahwasanya seorang pesilat akan tau akan dirinya, tau akan kemana dia melangkah. Persisnya sama dengan rukun iman dalam agama Islam yang menyuruh kita percaya dan taat(takut) yakni menjalankan perintah Nya dan meninggalkan larangan Nya.
Akhirnya dengan bisa membudayakan diri kita sendiri dalam melakukan segala hal yang baik, kita dengan mudah untuk mempelajari dan memahami apa arti dan bagaimana perkembangan budaya Minang Kabau ini akan dibawa. Meski serbuan arus global dan teknologi datang menghadang.
4. MATA PENCAHARIAN
Nagari Padang Magek yang berada di daerah kabupaten Tanah Datar berhawa sejuk, hampirdiseluruh kabupaten Tanah Datar hujan turun dengan teratur setiap tahun, hal ini berdampak positif bagi usaha pertanian didaerah ini. Masyarakat Padang Magek sebagian besar hidup sebagai petani (90%),disamping itu ada juga sebagian pengerajin kerajinan rumah tangga (0,85%), pedangang (0,85%),pegawai negeri/karyawan (3,78%), tukang (2,14%), pensiunan ABRI (0,56%), dan buruh (1,41%). Usaha pertanian di Nagari Padang Magek terdiri dari persawahan dan ladang. Hasil pertanian cukup memberikan kontribusi terhadap daerah lain. Mata pencaharian penduduk pada umumnya adalah bertani. Kondisi geografis daerah Padang Magek banyak dialiri sungai-sungai kecil. seperti sungai Sawah Dalam, sungai Lubuak Tangguak, sungai Lubuak Dantuang, dan sungai Lubuak Burai. Dikarenakan seperti itu, masyarakat Padang Magek sering menangkap ikan atau belut, dengan lukah (bubu) sebagai tambahan mata pencarian. Nagari Padang Magek terdiri dari dataran tinggi yang berbukit-bukit dan dataran rendah. Bagian perbukitan dijadikan masyarakat sebagai tempat tinggal, sedangkan lereng perbukitan dijadikan lahan perkebunan      yang lazim disebut dengan ladang. Dataran rendah atau lembah yang terdapat diantara perbukitan juga dijadikan lahan persawahan. Sebagian besar daerah ini memiliki tanah yang subur, baik untuk dijadikan lahan persawahan dan ditanami sayur-sayuran. Membajak dengan menggunakan tenaga kerbau merupakan suatu cara untuk pengolahan lahan dalam menunjang pekerjaan petani. Disamping itu, kerbau dapat digunakan sebagai penunjang ekonomi karena dapat diperjual-belikan.
5. SISTEM AGAMA
Mayoritas penduduk kota Padang memeluk agama Islam. Kebanyakan pemeluknya adalah orang Minangkabau. Agama lain yang dianut di kota ini adalah KristenBuddha, dan Khonghucu, yang kebanyakan dianut oleh penduduk bukan dari suku Minangkabau.Beragam tempat peribadatan juga dijumpai di kota ini. Selain didominasi oleh masjidgereja danklenteng juga terdapat di kota Padang. Masjid Raya Ganting merupakan masjid tertua di kota ini, yang dibangun sekitar tahun 1700. Sebelumnya masjid ini berada di kaki Gunung Padang sebelum dipindahkan ke lokasi sekarang. Beberapa tokoh nasional pernah salat di masjid ini diantaranyaSoekarnoHattaHamengkubuwana IX dan A.H. Nasution. Bahkan Soekarno sempat memberikan pidato di masjid ini. Masjid ini juga pernah menjadi tempat embarkasi haji melalui pelabuhan Emmahaven waktu itu, sebelum dipindahkan ke Asrama Haji Tabing sekarang ini.
Gereja katholik dengan arsitektur Belanda telah berdiri sejak tahun1933 di kota ini, walaupun French Jesuits telah mulai melayani umatnya sejak dari tahun 1834, seiring bertambahnya populasi orang Eropa waktu itu.Dalam rangka mendorong kegairahan penghayatan kehidupan beragama terutama bagi para penganut agama Islam pada tahun 1983untuk pertama kalinya di kota ini diselenggarakan Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) tingkat nasional yang ke-1
6. ORGANISASI SOSIAL
Dua dari organisasi etnis Tionghoa tertua lahir di kota Padang. Organisasi ini bahkan merupakan organisasi pemakaman tertua di Nusantara.
Budaya-Tionghoa.Net | Aktivitas perdagangan etnis Tionghoa dengan penduduk Minangkabau sudah berlangsung sejak abad ke-13. Pelayaran mereka dilakukan dari Tiongkok sampai ke teluk Aden di Asia Barat melalui selat Malaka.
Seiring jalur perdagangan lada dibuka di pantai Barat Sumatera, jumlah etnis Tionghoa yang datang ke Sumatera Barat makin banyak. Mereka menempuh jalur sungai dan jalan setapak untuk mendistribusikan lada dari dataran tinggi menuju pelabuhan di pantai Pariaman, Tiku, Ulakan dan Koto Tengah.
Peraturan pembatasan wilayah bagi penduduk Timur Asing oleh pemerintahan Belanda membuat etnis Tionghoa Sumatera Barat lebih terkonsentrasi di kota di Kota Padang, tepatnya di sekitar sungai Batang Arau, kawasan pecinan Kampung Pondok, Pasar Tanah Kongsi, Kelenteng dan sekitarnya.Masyarakat Tionghoa Padang pun membentuk organisasi, dengan tujuan melayani kebutuhan anggota dalam bidang sosial dan budaya.
Pada tahun 1863, berdiri organisasi Hook Tek Tong (HTT), yang merupakan perhimpunan kematian dan pemakaman, sekaligus sebagai sarana menghormati leluhur kakek tua Hook Tek Tjeng Sin.Sampai 1890, karena cukup banyak kesulitan dalam mengurus kebutuhan etnis Tionghoa, dibentuklah perhimpunan atau kongsi baru. Terbentuk organisasi Heng Beng Tong (HBT). Dua organisasi ini mempunyai tata cara dan ciri berbeda dalam hubungan antar anggotanya. Setiap anggota HBT, misalnya, apapun agamanya, diwajibkan melakukan sembahyang Kwan Tee Koen dan arwah leluhur dengan mengangkat hio. Sementara anggota HTT wajib memenuhi surat panggilan dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan pemakaman.
Walaupun di beberapa daerah di Indonesia seperti di Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan lain-lain, terdapat Yayasan atau organisasi etnis Tionghoa, namun organisasi Tionghoa yang ada di Sumatera Barat bisa dikatakan unik, karena hanya lahir dan ada di Sumatera Barat saja dan tidak terdapat di daerah lain. Dalam organisasi ini juga dirangkul keanggotaan dari semua suku dan marga etnis Tionghoa yang ada. Kelebihan lainnya adalah mereka berhasil mempertahankan budaya asli Tionghoa secara turun temurun seperti upacara pemakaman yang masih dilakukan di masa China kuno. Organisasi pemakaman ini bahkan tercatat sebagai organisasi pemakaman yang pertama hadir di Nusantara.
Terbentuknya organisasi pemakaman ini tak terlepas dari perlunya etnis Tionghoa Padang bergotong royong ketika hendak menguburkan jenasah. Mereka harus membawa peti dari gelondong kayu utuh yang dilubangi ke atas gunung yang menghadap laut. Proses menggotong peti yang beratnya mencapai ratusan kilogram ini harus dilakukan dengan ditandu. Tanpa kerjasama, mustahil sebuah keluarga dapat melakukannya sendiri.Yang menarik adalah walaupun mereka berhasil mempertahankan identitas budaya mereka, sangat sedikit dari penduduk Tionghoa Padang yang bisa berbahasa Mandarin.Antara tahun 1900 sampai 1932, ketika banyak organisasi Tionghoa berdiri dengan nuansa politik dua organisasi ini berdiri di garis tengah sebagai organisasi sosial budaya yang tidak beraliansi politik sama sekali.
Tahun 1963, etnis Tionghoa yang beragama Katholik mendirikan perkumpulan Chinese Katholieke Bond. Perkumpulan ini lalu berubah menjadi lintas etnis yang didasarai agama Katholik pada tahun 1964, bernama PSKP Santu Yusuf. Perkumpulan ini juga melayani kebutuhan pemakaman. Berbeda dengan dua organisasi sebelumnya, mereka menerima anggota perempuan. Di tahun 1993, terbentuk pula organisasi Tionghoa bernuansa Islam yaitu PITI.
Seiring dengan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah Orde Baru, HTT mengubah namanya menjadi Himpunan Tjinta Teman, sementara HBT menjadi Himpunan Bersatu Teguh. Setelah reformasi bergulir, organisasi etnis Tionghoa di Padang dan Sumatera Barat kembali menjamur seperti di kota-kota lain di Indonesia.
7. SISTEM PENGETAHUAN
Setiap suku bangsa atau etnik manapun, mempunyai cara atau landasan tertentu dalam mengembangkan dan menyerap pengetahuan,ilmudan teknologi.Mulai dari ilmu dan teknologi yang sangat sederhana sampai kepada yang teramat tinggi.
Kecepatan gerakannya untuk mengembangkan, menyerap dan menemukan pengetahuan, ilmu dan teknologi ditentukan oleh banyak faktor, antara lain; geografis, sistim kepercayaan, sistim adat dan sistem pendidikan.
Bangsa Yunani yang dikenal sebagai bangsa yang melahirkan berbagai aliran filsafat, dilandasi oleh mitologi-mitologi yang banyak.Daerahnya yang tidak subur, menyebabkan merekah arus merentas dunia sampai keMesir.Di sana pikiran-pikiran Timur dan Barat mereka pertemukan dengan berbagai filsafat yang disusun.Tokoh-tokoh seperti Plato, Aristoteles dan Socrates bukanlah sesuatu yang asing bagi kita sekarang ini.
Bangsa Jepang, yang kita kenal sekarang sebagai bangsa yang amat kreatif dan ulet dalam menciptakan berbagai keperluan kehidupan modern, dilandasi oleh semangat dan sistem kepercayaan yang berbeda dengan bangsa-bangsa Asialainnya.Mitologi dewa matahari mereka, telah menempatkan bangsa Jepang sebagai suatu bangsa yang punya sistem kepercayaan dan kehidupan tersendiri.
Sebelum itu, bangsa Mesir yang telah meninggalkan piramida-piramida yang mengagumkan, bangsa Jerman dengan berbagai penemuan keilmuan, bangsa Prancis dengan ketinggian budaya dan seninya, bangsa Inggeris dengan kemasyhurannya menjadi petualang dan menemukan berbagai benua dan dunia.Islam yang telah melahirkan pusat-pusat kebudayaan, keilmuan, filsafat di tiga pusat dunia; Bagdad (Irak), Iskandariah (Mesir) dan Cordova (Spanyol) merupakan bukti yang tidak terbantah, bahwa agama (sistem kepercayaan), bahasa, geografis dan beberapa faktor lainnya adalah hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam membicarakan masalah penyerapan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan iptek di dunia.
Semua bukti-bukti sejarah seperti di atas itu menunjukkan kepada kita, bahwa setiap bangsa mempunyai cara-cara dan sistem tertentu dalam menemukan, mengembangkan berbagai kemajuan pengetahuan,ilmu dan teknologinya.Bahkan masyarakat primitif sekalipun mempunyai cara dan sistem sendirinya pula, sesuai dengan apa yang mereka perlukan.
Suatu masyarakat yang dapat atau lebih cepat mengembangkan pengetahuan dan iptek, menurut kajian sosio-linguistik, adalah masyarakat yang dapat mencirikan dirinya sebagai masyarakat akademik. Artinya, masyarakat yang disebut masyarakat akademik itu mempunyai ciri, kecenderungan untuk bergerak secara rasional, pragmartis dan egaliter, sebagaimana ciri-ciri utama dari sifat akademik itus endiri.

            Sebagaimana juga terlihat pada sifat masyarakat Eropa, Jepang, dan beberapa negara yang mengamalkan ajaran Islam seperti Istambul, Bagdad, Iskandariah dan Cordova itu.Masyarakat akademik adalah masyarakat yang dalam berbagai kegiatan sosial budayanya menggunakan berbagai macam penanda keilmuan Dan menurut kajian sosiologi, disebutkan bahwa masyarakat demikian adalah masyarakat yang berpikir pragmatis, egaliter dan metropolis.
Artinya, mereka terbuka menerima sesuatu yang baru tanpa kehilangan identitas dirinya.
3.      Kebudayaan Daerah istimewa yogyakarta
KEBUDAYAAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Daerah Istimewa setingkat provinsi di Indonesia yang merupakan peleburan bekas (Negara) Kesultanan Yogyakarta dan [Negara] Kadipaten Paku Alaman. Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa bagian tengah dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia. Daerah Istimewa yang memiliki luas 3.185,80 km2 ini terdiri atas satu kota dan empat kabupaten, yang terbagi lagi menjadi 78 kecamatan dan 438 desa/kelurahan. Menurut sensus penduduk 2010 memiliki jumlah penduduk 3.452.390 jiwa dengan proporsi 1.705.404 laki-laki dan 1.746.986 perempuan, serta memiliki kepadatan penduduk sebesar 1.084 jiwa per km
Penyebutan nomenklatur Daerah Istimewa Yogyakarta yang terlalu panjang menyebabkan sering terjadinya penyingkatan nomenkaltur menjadi DI Yogyakarta atau DIY. Daerah Istimewa ini sering diidentikkan dengan Kota Yogyakarta sehingga secara kurang tepat disebut dengan Jogja, Yogya, Yogyakarta, Jogjakarta. Walaupun memiliki luas terkecil ke dua setelah Provinsi DKI Jakarta, Daerah Istimewa ini terkenal di tingkat nasional dan internasional. Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi tempat tujuan wisata andalan setelah Provinsi Bali. Selain itu Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi daerah terparah akibat bencana gempa pada tanggal 27 Mei 2006 dan erupsi Gunung Merapi pada medio Oktober-November 2010.

Pariwisata merupakan sektor utama bagi DIY. Banyaknya objek dan daya tarik wisata di DIY telah menyerap kunjungan wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Bentuk wisata di DIY meliputi wisata MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition), wisata budaya, wisata alam, wisata minat khusus dan berbagai fasilitas wisata lainnya, seperti resort, hotel, dan restoran. Keanekaragaman upacara keagamaan dan budaya dari berbagai agama serta didukung oleh kreativitas seni dan keramahtamahan masyarakat, membuat DIY mampu menciptakan produk-produk budaya dan pariwisata yang menjanjikan.
Secara geografis, DIY juga diuntungkan oleh jarak antara lokasi objek wisata yang terjangkau dan mudah ditempuh. Sektor pariwisata sangat signifikan menjadi motor kegiatan perekonomian DIY yang secara umum bertumpu pada tiga sektor andalan yaitu: jasa-jasa; perdagangan, hotel dan restoran; serta pertanian. Dalam hal ini pariwisata memberi efek pengganda (multiplier effect) yang nyata bagi sektor perdagangan disebabkan meningkatnya kunjungan wisatawan. Selain itu, penyerapan tenaga kerja dan sumbangan terhadap perekonomian daerah sangat signifikan.

DIY mempunyai beragam potensi budaya, baik budaya yang tangible (fisik) maupun yang intangible (non fisik). Potensi budaya yang tangible antara lain kawasan cagar budaya dan benda cagar budaya sedangkan potensi budaya yang intangible seperti gagasan, sistem nilai atau norma, karya seni, sistem sosial atau perilaku sosial yang ada dalam masyarakat.
DIY memiliki tidak kurang dari 515 Bangunan Cagar Budaya yang tersebar di 13 Kawasan Cagar Budaya. Keberadaan aset-aset budaya peninggalan peradaban tinggi masa lampau tersebut, dengan Kraton sebagai institusi warisan adiluhung yang masih terlestari keberadaannya, merupakan embrio dan memberi spirit bagi tumbuhnya dinamika masyarakat dalam berkehidupan kebudayaan terutama dalam berseni budaya dan beradat tradisi. Selain itu, Provinsi DIY juga mempunyai 30 museum, yang dua di antaranya yaitu Museum Ullen Sentalu dan Museum Sonobudoyo diproyeksikan menjadi museum internasional


Aspek Seni
Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki banyak sekali kesenian. Baik itu kesenian budaya seperti tari-tarian ataupun seni kerajinan seperti batik, perak, dan wayang.
1. Batik
Batik adalah salah satu kerajinan khas Indonesia terutama daerah Yogyakarta. Batik yogya terkenal karena keindahannya, baik corak maupun warnanya. Seni batik sudah ada diturunkan oleh nenek moyang, hingga saat ini banyak sekali tempat-tempat khusus yang menjual batik ini. Perajin batik banyak terdapat di daerah pasar ngasem dan sekitarnya.
Kata “batik” berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: “amba”, yang bermakna “menulis” dan “titik” yang bermakna “titik”.
Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknikteknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 oktober 2009.
Jenis Batik
Menurut teknik:
·         Batik tulis adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik menggunakan tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan.
·         Batik cap adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik yang dibentuk dengan cap ( biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan batik jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 hari.
·         Batik lukis adalah proses pembuatan batik dengan cara langsung melukis pada kain putih.
Menurut asal pembuatan:
1.      Batik Jawa
Batik Jawa adalah sebuah warisan kesenian budaya orang Indonesia, khususnya daerah Jawa yang dikuasai orang Jawa dari turun temurun. Batik Jawa mempunyai motif-motif yang berbeda-beda. Perbedaan motif ini biasa terjadi dikarnakan motif-motif itu mempunyai makna, maksudnya bukan hanya sebuah gambar akan tetapi mengandung makna yang mereka dapat dari leluhur mereka, yaitu penganut agama animisme, dinamisme atau Hindu dan Buddha. Batik jawa banyak berkembang di daerah Solo atau yang biasa disebut dengan batik Solo
Batik Tiga Negeri dikenal lewat warnanya yang terdiri dari tiga bagian. Ada biru, coklat/sogan, dan merah. Batik ini kadang dikenal sebagai Batik Bang-Biru atau Bang-Bangan untuk variasi warna yang lebih sederhana. Ada yang mengatakan kalau pembuatan batik ini dilakukan di tiga tempat yang berbeda. Biru di Pekalongan, Merah di Lasem, dan Sogan di Solo. Sampai sekarang kerumitan detail Batik Tiga Negeri sukar sekali dirproduksi.
            Batik Jawa Hokokai. Dibuat dengan teknik tulis semasa pendudukan Jepang di Jawa (1942-1945). Ia berupa kain panjang yang dipola pagi/sore (dua corak dalam satu kain) sebagai solusi kekurangan bahan baku kain katun di masa itu. Ciri lain yang mudah dikenali adalah pada motifnya. Motif kupu-kupu, bunga krisan, dan detail yang bertumpuk menjadikan Batik Jawa Hokokai menempati posisi karya seni yang mulia.
 batik lasem
Batik Lasem dikenal karena warna merahnya yang khas. Di Lasem (Jawa Timur) sendiri, pengrajin batik sudah sangat berkurang. Beberapa kolektor menyebut Batik Lasem adalah batik yang tercantik diantara yang lain. Batik ini juga menjadi penanda pencampuran dua budaya, Jawa dan Cina.




2. Perak
Kerajinan perak di Yogyakarta terkenal karena kekhassannya. Kerajinan ini berpusat di KotaGede, dimana hampir seluruh masyarakat di daerah ini menjadi pengrajin dan penjual perak, banyak para wisatawan yang datang ke tempat ini bila hendak membeli kerajinan perak.
3. Wayang
Seni wayang banyak terdapat di daerah jawa, khususnya jogjakarta, para pengrajin maupun pendalang sudah diwariskan secara turun temurun. Pengarajin wayang banyak terdapat di daerah pasar ngasem, bahan-bahan dari wayang ini terbuat dari kulit sapi atau kerbau, sehingga tidak mudah rusak dan awet. Wayang mudah di dapat juga di daerah sepanjang malioboro.
Wayang dikenal sejak zaman prasejarah yaitu sekitar 1500 tahun sebelum Masehi. Masyarakat Indonesia memeluk kepercayaan animisme berupa pemujaan roh nenek moyang yang disebut hyang atau dahyang, yang diwujudkan dalam bentuk arca atau gambar.

4. Tari Golek Menak Dari Yogyakarta
Tari Golek Menak merupakan salah satu jenis tari klasik gaya Yogyakarta yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Penciptaan tari Golek Menak berawal dari ide sultan setelah menyaksikan pertunjukkan Wayang Golek Menak yang dipentaskan oleh seorang dalang dari daerah Kedu pada tahun 1941. Disebut juga Beksa Golek Menak, atau Beksan Menak. Mengandung arti menarikan wayang Golek Menak. Karena sangat mencintai budaya Wayang Orang maka Sri Sultan merencanakan ingin membuat suatu pagelaran yaitu menampilkan tarian wayang orang. Untuk melaksanakan ide itu Sultan pada tahun 1941 memanggil para pakar tari yang dipimpin oleh K.R.T. Purbaningrat, dibantu oleh K.R.T. Brongtodiningrat, Pangeran Suryobrongto, K.R.T. Madukusumo, K.R.T. Wiradipraja, K.R.T.Mertodipuro, RW Hendramardawa, RB Kuswaraga dan RW Larassumbaga. Proses penciptaan dan latihan untuk melaksanakan ide itu memakan waktu cukup lama. Pagelaran perdana dilaksanakan di Kraton pada tahun 1943 untuk memperingati hari ulang tahun sultan. Bentuknya masih belum sempurna, karena tata busana masih dalam bentuk gladi resik. Hasil pertama dari ciptaan sultan tersebut mampu menampilkan tipe tiga karakter yaitu :
·         Tipe karakter puteri untuk Dewi Sudarawerti dan Dewi Sirtupelaeli,
·         Tipe karakter putra halus untuk Raden Maktal,
·         tipe karakter gagah untuk Prabu Dirgamaruta
Tiga tipe karakter tersebut ditampilkan dalam bentuk dua beksan, yaitu perang antara Dewi Sudarawerti melawan Dewi Sirtupelaeli, serta perang antara Prabu Dirgamaruta melawan Raden Maktal. Melalui pertemuan-pertemuan, dialog dan sarasehan antara sultan dengan para seniman dan seniwati, maka sultan Hamengku Buwana IX membentuk suatu tim penyempurna tari Golek Menak gaya Yogyakarta. Tim tersebut terdiri dari enam lembaga, yaitu : Siswo Among Beksa, Pusat Latihan Tari Bagong Kussudiardja, Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI), Mardawa Budaya, Paguyuban Surya Kencana dan Institut Seni Indonesia (ISI). Keenam lembaga ini setelah menyatakan kesanggupannya untuk menyempurnakan tari Golek Menak (1 Juni 1988), kemudian menyelenggarakan lokakarya dimasing-masing lembaga, dengan menampilkan hasil garapannya. Giliran pertama jatuh pada siswa Among Beksa pada tanggal 2 Juli 1988. Lokakarya yang diselenggarakan oleh siwa Among Beksa pimpinan RM Dinusatama diawali dengan pagelaran fragmen lakon kelaswara, dengan menampilkan 12 tipe karakter, yaitu :

1.      Alus impur (tokoh Maktal, Ruslan dan Jayakusuma),
2.      Alus impur (tokoh Jayengrana),
3.      Alur kalang kinantang (Perganji),
4.      Gagah kalang kinantang (Kewusnendar, Tamtanus, Kelangjajali, Nursewan dan Gajah Biher),
5.      Gagah kambeng (Lamdahur),
6.      Gagah bapang (tokoh Umarmaya),
7.      Gagah bapang (Umarmadi dan Bestak),
8.      Raseksa (Jamum),
9.      Puteri (Adaninggar seorang Puteri Cina),
10.  Puteri impur (Sudarawerti dan Sirtupelaeli),
11.  Puteri kinantang (Ambarsirat, Tasik Wulan Manik lungit, dan kelas wara),
12.  Raseksi (mardawa dan Mardawi)