2 2. Bank Indonesia
A.
Fungsi Bank Dalam Lalu Lintas
Keuangan
Bank dapat bertindak sebagai perantara
lalu lintas pembayaran dengan memberikan jasa sebagai berikut :
1. Transfer (pengiriman) uang, yakni pengiriman
uang antar-daerah atau antarnegara yang dilakukan oleh bank, atas permintaan
nasabah atau masyarakat. Contohnya orang di Jakarta mentransfer uang kepada
orang yang berada diYogyakarta melalui Bank Mandiri.
2. Melakukan inkaso. Bank atas nama nasabah
melakukan penagihan surat utang atau wesel kepada pihak lain.
3. Menerbitkan kartu
kredit (credit card). Bank menerbitkan kartu kredit untuk nasabah sehingga
nasabah dapat melakukan transaksi pembelian di supermarket tanpa perlu
membawa uang tunai.
4. Mendiskonto. Bank
menjamin jual beli surat berharga yang terjadi di masyarakat.
5. Mengeluarkan cek perjalanan (traveler’s
check).Untuk memudahkan transaksi dalam perjalanan, bank menyediakan cek
perjalanan.
6. Automated teller
machine (ATM), yaitu tempat nasabah mengambil uang tunai yang ditangani oleh
mesin.
7. Pembayaran gaji
karyawan. Suatu perusahaan/instansi dapat membayar gaji karyawannya melalui
bank.
8. Save Deposit Box
(SDB), yaitu tempat penyimpanan surat/dokumen penting/berharga.
S sumber : http://chytgs.blogspot.com/2014/03/2-bank-indonesia.html
. B. Fungsi Bank Indonesia Dibidang Moneter, Lalu lintas
Keuangan Terhadap Bank Umum
Peran bank sentral dalam perekonomian suatu negara sangat
penting. Bank sentral adalah mitra utama pemerintah dalam menggerakkan berbagai
kegiatan ekonomi melalui kebijakan suku bunga dengan statusnya sebagai otoritas
moneter. Sebagai otoritas moneter, bank sentral memiliki tujuan, tugas, maupun
wewenang yang tidak dimiliki lembaga ekonomi lainnya.
Sebelum membahas mengenai beberapa hal terkait otoritas moneter yang dimiliki oleh Bank Indonesia, maka perlu diketahui terlebih dahhulu mengenai definisi dari kebijakan moneter dan otoritas moneter itu sendiri.
Dalam ”kamus hukum ekonomi” yang disusun oleh A. F. Elly Erawaty dan J. S. Badudu dikatakan bahwa kebijakan moneter (monetary policy) adalah tindakan bank sentral selaku pemegang otoritas moneter dalam menjaga keseimbangan moneter negara.
Sedangkan otoritas moneter adalah suatu entitas yang memiliki wewenang untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar pada suatu negara dan memiliki hak untuk menetapkan suku bunga dan parameter lainnya yang menentukan biaya dan persediaan uang. Umumnya otoritas moneter adalah bank sentral, meskipun kadang kala lembaga eksekutif pemerintah mempunyai hak tertinggi untuk menetapkan kebijakan moneter dengan cara mengendalikan bank sentral. Ada berbagai jenis otoritas moneter lainnya, seperti dibentuknya satu bank sentral untuk beberapa negara, terdapatnya suatu dewan yang mengkontrol jumlah uang yang beredar terhadap mata uang lain, dan juga diperbolehkannya beberapa entitas untuk mencetak uang kertas ataupun uang logam.
Agus Santoso dan Anton Purba mengatakan dalam tulisannya yang berjudul “Kedudukan Bank Indonesia dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Amandemen Keempat) dan Usulan Komisi Konstitusi dalam Konsep Amandemen Kelima UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945” bahwa kewenangan otoritas moneter yang dimiliki Bank Indonesia merupakan hasil dari sharing of executive power kekuasaan Pemerintah di bidang ekonomi
Sharing of executive power ini dimaksudkan untuk menghindarkan Bank Indonesia dari posisi yang dapat menimbulkan conflict of interest, yaitu antara “agen program Pemerintah” dan “pengelola kebijakan moneter.Kedua fungsi tersebut memang tidak dapat dilakukan oleh satu lembaga, karena kedua fungsi tersebut memiliki tujuan yang berbeda. Disatu sisi, Pemerintah memiliki tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi berdasarkan kebijakan fiskal dan dilain pihak Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mendukung kestabilan ekonomi melalui kebijakan moneternya.Dengan demikian, pembagian kekuasaan (sharing of executive power) ini pada dasarnya dimaksudkan untuk mendukung terciptanya demokratisasi dalam pengelolaan (ekonomi) Negara.
Dalam konsep sharing of executive power ini, maka Pemerintah memegang otoritas fiskal (dan sektor riil), sedangkan Bank Indonesia sebagai lembaga Negara yang memliki fungsi khusus, yaitu sebagai otoritas di bidang moneter, perbankan, dan system pembayaran, dengan tujuan menkonstruksikan pertumbuhan ekonomi nasional yang sehat yang tercermin dari terjaganya kestabilan rupiah. fungsi ini diyakini tidak dapat berjalan dengan baik apabila tercampur dengan ragam fungsi departemental pemerintahan yang sarat dengan tarik menarik kepentingan politik dan seringkali berubah karena mengandung faktor subyektifitas yang tinggi.
Dengan demikian, maka dengan adanya sharing of executive power ini, kekuasaan Pemerintah dalam kebijakan ekonomi tidak terkonsentrasi.Hal ini juga secara tegas tercantum dalam Pasal 6 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang mengatur bahwa kekuasaan Presiden selaku Kepala Pemerintahan “tidak termasuk kewenangan di bidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang”.
Namun, sebagai organ of state Bank Indonesia dalam beberapa hal harus tetap berkoordinasi dengan Pemerintah.Dengan kata lain, hubungan ini dapat digambarkan sebagai fungsi pengelolaan moneter yang tidak berada di bawah pengelolaan kebijakan fiskal, tetapi yang terpisah, namun tetap bekerjasama dengan pengelola fiskal untuk memperoleh manfaat yang semaksimal mungkin dalam pembangunan ekonomi nasional.
1. Sebelum Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia (UU No. 23/1999 jo UU No. 3/2004)
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa pada masa awal kemerdekaan, terdapat dua bank yang menjalankan fungsi sebagai bank sentral, yaitu Bank Negara Indonesia (BNI) 1946 dengan De Javasche Bank milik Belanda. Secara formal sendiri, Indonesia hanya mengakui Bank Negara Indonesia sebagai Bank Sentral.
Bank Negara Indonesia pada masa itu memiliki fungsi sebagai bank komersial (dalam hal-hal khusus) dan fungsi utama sebagai bank sentral.Sebagai bank sentral Bank Negara Indonesia memiliki kewenangan sebagai otoritas moneter, tetapi tidak murni sebagai otoritas moneter, karena masih melakukan tugas lain seperti pemberian kredit kepada badan Pemerintah.
Sejak diundangkannya UU No.11/1953 tentang Bank Indonesia, maka fungsi bank sentral beralih dari Bank Negara Indonesia kepada Bank Indonesia. Bank Indonesia mempunyai tugas membantu Pemerintah dibidang moneter dan perbankan.
Berdasarkan tugas pokok bank sentral yang digariskan pada UU No.11/1953, maka peran pokok Bank Sentral yang harus dijalankan oleh Bank Indonesia selain sebagai otoritas moneter adalah mengembangkan sistem perbankan, mengawasi kegiatan perbankan, penyaluran kredit bank dan merangkap sebagai bank komersil. Selain itu karena pada masa itu Bank Indonesia menjadi bagian dari Pemerintah, maka Bank Indonesia juga melaksankan peran sebagai agen pembangunan dengan keharusan menyalurkan kredit (berbunga) murah kesektor pertanian, perkebunan, usaha kecil dan koperasi. Dengan demikian Bank Indonesia sebagai bank sentral berfungsi ganda yaitu sebagai banker’s bank merangkap sebagai bank komersial.
Namun setelah diundangkannya UU No.13/1968 fungsi Bank Indonesia sebagai bank komersial dicabut. Dengan demikian bank sentral menurut Undang-undang ini tidak lagi berfungsi ganda (merangkap sebagai bank komersial), tetapi bank sentral masih melaksanakan tugas/peran sebagai bankir sekaligus sebagai kasir pemerintah (Pasal 34, 36, dan Pasal 38).
2. Sesudah Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia (UU No. 23/1999 jo UU No. 3/2004)
Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan rupiah. Dan untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut: (i) menetapkan dan melaksankan kebijakan moneter; (ii) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; (iii) mengatur dan mengawasi Bank.
Dalam menetapkan dan melaksankan kebijakan moneter, Bank Indonesia berwenang menetapkan sasaran-sasaran moneter dan melakukan pengendalian moneter dengan cara-cara yang ditetapkan. Berkaitan dengan hal tersebut, Bank Indonesia melaksankan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang ditetapkan, mengelola cadangan devisa utnuk memenuhi kewajiban luar negeri, memelihara keseimbangan neraca pembayaran dan dapat juga menerima pinjaman luar negeri.
Awalnya, untuk mencapai sasaran-sasaran moneter, Bank Indonesia juga mempunyai fungsi sebagai lender of the last resort dan melaksanakan pemberian kredit program yang telah disetujui tetapi belum ditarik. Dalam melaksankan fungsi ini, Bank Indonesia hanya membantu untuk mengatasi mismatch (ketidakseimbangan) yang disebabkan oleh resiko kredit atau resiko pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, resiko manajemen, dan resiko pasar. Namun setelah diundangkannya UU No.23/1999, maka sesuai dengan status Bank Indonesia sebagai otoritas moneter yang independen, maka pemberian kredit program tidak lagi menjadi tugas Bank Indonesia.
Dalam rangka menetapkan dan melaksankan kebijakan moneter, Bank Indonesia berwenang: (a) menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi; (b) melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada: (i) operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing; (ii) penetapan diskonto; (iii) penetapan cadangan wajib minimum; (iv) pengaturan kredit atau pembiayaan.
3. Peran Strategis Otoritas Jasa Keuangan
Peran strategis Otoritas Jasa Keuangan diatur dalam Pasal 34 UU No. 3/2004. Dikatakan dalam ayat (1) bahwa ”Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh oleh lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang”. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa lembaga pengawasan jasa keuangan yang akan dibentuk melakukan pengawasan terhadap Bank dan perusahaan-perusahaan sektor jasa keuangan lainnya yang meliputi asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.
Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugsnya dan kedudukannya berada di luar Pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakya (DPR). Dalam melakukan tugasnya lembaga ini (supervisory board) melakukan koordinasi dan kerjasma dengan Bank Indonesia sebagai bank sentral yang akan diatur dalam Undang-undang pembentukan lembaga pengawasan yang dimaksud.
Lembaga pengawasan ini dapat mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan Bank dengan berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan meminta penjelasan dari Bank Indonesia keterangan dan data makro yang diperlukan.
Dalam ayat Pasal 34 ayat (2) dikatakan bahwa Pembentukan lembaga pengawasan tersebut akan dilaksanakan selambat-lambatnya pada 31 Desember 2010. Sebelumnya, pada Pasal 34 ayat (2) UU No.23/1999, disebutkan bahwa pembentukan lembaga pengawasan (Otoritas Jasa Keuangan) yang dimaksud akan dilaksankan selambat-lambatnya pada 31 Desember 2002. Namun, karena waktu yang diamanatkan telah terlampaui maka dengan UU No.3/2004 ditegaskan kembali bahwa pengawasan terhadap bank akan dilaksanakan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen yang akan dibentuk selambat-lambatnya pada 31 Desember 2010.
Pengunduran batas waktu pembentukan lembaga tersebut, ditetapkan dengan memperhatikan kesiapan sumber daya manusia dan infrastruktur lembaga tersebut dalam menerima pengalihan pengawasan bank dari Bank Indonesia.
Pengalihan fungsi pengawasan bank dari Bank Indonesia kepada lembaga pengawasan sektor jasa keuangan dilakukan secara bertahap setelah dipenuhinya syarat-syarat yang meliputi infrastruktur, anggaran, personalia, struktur organisasi, sistem informasi, sistem dokumentsi, dan peraturan pelaksanaan berupa perangkat hukum serta dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Dengan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka fungsi Bank Indonesia untuk melakukan pengawasan bank sebgaimana diatur dalam Pasal 8 huruf c jo Pasal 24 jo Pasal 27 UU No.23/1999 diambil alih oleh Otoritas Jasa Keuangan. Namun demikian, selama Lembaga tersebut belum dibentuk maka tugas pengaturan dan pengawasan Bank dilaksanakan oleh Bank Indonesia.
Sebelum membahas mengenai beberapa hal terkait otoritas moneter yang dimiliki oleh Bank Indonesia, maka perlu diketahui terlebih dahhulu mengenai definisi dari kebijakan moneter dan otoritas moneter itu sendiri.
Dalam ”kamus hukum ekonomi” yang disusun oleh A. F. Elly Erawaty dan J. S. Badudu dikatakan bahwa kebijakan moneter (monetary policy) adalah tindakan bank sentral selaku pemegang otoritas moneter dalam menjaga keseimbangan moneter negara.
Sedangkan otoritas moneter adalah suatu entitas yang memiliki wewenang untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar pada suatu negara dan memiliki hak untuk menetapkan suku bunga dan parameter lainnya yang menentukan biaya dan persediaan uang. Umumnya otoritas moneter adalah bank sentral, meskipun kadang kala lembaga eksekutif pemerintah mempunyai hak tertinggi untuk menetapkan kebijakan moneter dengan cara mengendalikan bank sentral. Ada berbagai jenis otoritas moneter lainnya, seperti dibentuknya satu bank sentral untuk beberapa negara, terdapatnya suatu dewan yang mengkontrol jumlah uang yang beredar terhadap mata uang lain, dan juga diperbolehkannya beberapa entitas untuk mencetak uang kertas ataupun uang logam.
Agus Santoso dan Anton Purba mengatakan dalam tulisannya yang berjudul “Kedudukan Bank Indonesia dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Amandemen Keempat) dan Usulan Komisi Konstitusi dalam Konsep Amandemen Kelima UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945” bahwa kewenangan otoritas moneter yang dimiliki Bank Indonesia merupakan hasil dari sharing of executive power kekuasaan Pemerintah di bidang ekonomi
Sharing of executive power ini dimaksudkan untuk menghindarkan Bank Indonesia dari posisi yang dapat menimbulkan conflict of interest, yaitu antara “agen program Pemerintah” dan “pengelola kebijakan moneter.Kedua fungsi tersebut memang tidak dapat dilakukan oleh satu lembaga, karena kedua fungsi tersebut memiliki tujuan yang berbeda. Disatu sisi, Pemerintah memiliki tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi berdasarkan kebijakan fiskal dan dilain pihak Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mendukung kestabilan ekonomi melalui kebijakan moneternya.Dengan demikian, pembagian kekuasaan (sharing of executive power) ini pada dasarnya dimaksudkan untuk mendukung terciptanya demokratisasi dalam pengelolaan (ekonomi) Negara.
Dalam konsep sharing of executive power ini, maka Pemerintah memegang otoritas fiskal (dan sektor riil), sedangkan Bank Indonesia sebagai lembaga Negara yang memliki fungsi khusus, yaitu sebagai otoritas di bidang moneter, perbankan, dan system pembayaran, dengan tujuan menkonstruksikan pertumbuhan ekonomi nasional yang sehat yang tercermin dari terjaganya kestabilan rupiah. fungsi ini diyakini tidak dapat berjalan dengan baik apabila tercampur dengan ragam fungsi departemental pemerintahan yang sarat dengan tarik menarik kepentingan politik dan seringkali berubah karena mengandung faktor subyektifitas yang tinggi.
Dengan demikian, maka dengan adanya sharing of executive power ini, kekuasaan Pemerintah dalam kebijakan ekonomi tidak terkonsentrasi.Hal ini juga secara tegas tercantum dalam Pasal 6 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang mengatur bahwa kekuasaan Presiden selaku Kepala Pemerintahan “tidak termasuk kewenangan di bidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang”.
Namun, sebagai organ of state Bank Indonesia dalam beberapa hal harus tetap berkoordinasi dengan Pemerintah.Dengan kata lain, hubungan ini dapat digambarkan sebagai fungsi pengelolaan moneter yang tidak berada di bawah pengelolaan kebijakan fiskal, tetapi yang terpisah, namun tetap bekerjasama dengan pengelola fiskal untuk memperoleh manfaat yang semaksimal mungkin dalam pembangunan ekonomi nasional.
1. Sebelum Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia (UU No. 23/1999 jo UU No. 3/2004)
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa pada masa awal kemerdekaan, terdapat dua bank yang menjalankan fungsi sebagai bank sentral, yaitu Bank Negara Indonesia (BNI) 1946 dengan De Javasche Bank milik Belanda. Secara formal sendiri, Indonesia hanya mengakui Bank Negara Indonesia sebagai Bank Sentral.
Bank Negara Indonesia pada masa itu memiliki fungsi sebagai bank komersial (dalam hal-hal khusus) dan fungsi utama sebagai bank sentral.Sebagai bank sentral Bank Negara Indonesia memiliki kewenangan sebagai otoritas moneter, tetapi tidak murni sebagai otoritas moneter, karena masih melakukan tugas lain seperti pemberian kredit kepada badan Pemerintah.
Sejak diundangkannya UU No.11/1953 tentang Bank Indonesia, maka fungsi bank sentral beralih dari Bank Negara Indonesia kepada Bank Indonesia. Bank Indonesia mempunyai tugas membantu Pemerintah dibidang moneter dan perbankan.
Berdasarkan tugas pokok bank sentral yang digariskan pada UU No.11/1953, maka peran pokok Bank Sentral yang harus dijalankan oleh Bank Indonesia selain sebagai otoritas moneter adalah mengembangkan sistem perbankan, mengawasi kegiatan perbankan, penyaluran kredit bank dan merangkap sebagai bank komersil. Selain itu karena pada masa itu Bank Indonesia menjadi bagian dari Pemerintah, maka Bank Indonesia juga melaksankan peran sebagai agen pembangunan dengan keharusan menyalurkan kredit (berbunga) murah kesektor pertanian, perkebunan, usaha kecil dan koperasi. Dengan demikian Bank Indonesia sebagai bank sentral berfungsi ganda yaitu sebagai banker’s bank merangkap sebagai bank komersial.
Namun setelah diundangkannya UU No.13/1968 fungsi Bank Indonesia sebagai bank komersial dicabut. Dengan demikian bank sentral menurut Undang-undang ini tidak lagi berfungsi ganda (merangkap sebagai bank komersial), tetapi bank sentral masih melaksanakan tugas/peran sebagai bankir sekaligus sebagai kasir pemerintah (Pasal 34, 36, dan Pasal 38).
2. Sesudah Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia (UU No. 23/1999 jo UU No. 3/2004)
Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan rupiah. Dan untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut: (i) menetapkan dan melaksankan kebijakan moneter; (ii) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; (iii) mengatur dan mengawasi Bank.
Dalam menetapkan dan melaksankan kebijakan moneter, Bank Indonesia berwenang menetapkan sasaran-sasaran moneter dan melakukan pengendalian moneter dengan cara-cara yang ditetapkan. Berkaitan dengan hal tersebut, Bank Indonesia melaksankan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang ditetapkan, mengelola cadangan devisa utnuk memenuhi kewajiban luar negeri, memelihara keseimbangan neraca pembayaran dan dapat juga menerima pinjaman luar negeri.
Awalnya, untuk mencapai sasaran-sasaran moneter, Bank Indonesia juga mempunyai fungsi sebagai lender of the last resort dan melaksanakan pemberian kredit program yang telah disetujui tetapi belum ditarik. Dalam melaksankan fungsi ini, Bank Indonesia hanya membantu untuk mengatasi mismatch (ketidakseimbangan) yang disebabkan oleh resiko kredit atau resiko pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, resiko manajemen, dan resiko pasar. Namun setelah diundangkannya UU No.23/1999, maka sesuai dengan status Bank Indonesia sebagai otoritas moneter yang independen, maka pemberian kredit program tidak lagi menjadi tugas Bank Indonesia.
Dalam rangka menetapkan dan melaksankan kebijakan moneter, Bank Indonesia berwenang: (a) menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi; (b) melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada: (i) operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing; (ii) penetapan diskonto; (iii) penetapan cadangan wajib minimum; (iv) pengaturan kredit atau pembiayaan.
3. Peran Strategis Otoritas Jasa Keuangan
Peran strategis Otoritas Jasa Keuangan diatur dalam Pasal 34 UU No. 3/2004. Dikatakan dalam ayat (1) bahwa ”Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh oleh lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang”. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa lembaga pengawasan jasa keuangan yang akan dibentuk melakukan pengawasan terhadap Bank dan perusahaan-perusahaan sektor jasa keuangan lainnya yang meliputi asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.
Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugsnya dan kedudukannya berada di luar Pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakya (DPR). Dalam melakukan tugasnya lembaga ini (supervisory board) melakukan koordinasi dan kerjasma dengan Bank Indonesia sebagai bank sentral yang akan diatur dalam Undang-undang pembentukan lembaga pengawasan yang dimaksud.
Lembaga pengawasan ini dapat mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan Bank dengan berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan meminta penjelasan dari Bank Indonesia keterangan dan data makro yang diperlukan.
Dalam ayat Pasal 34 ayat (2) dikatakan bahwa Pembentukan lembaga pengawasan tersebut akan dilaksanakan selambat-lambatnya pada 31 Desember 2010. Sebelumnya, pada Pasal 34 ayat (2) UU No.23/1999, disebutkan bahwa pembentukan lembaga pengawasan (Otoritas Jasa Keuangan) yang dimaksud akan dilaksankan selambat-lambatnya pada 31 Desember 2002. Namun, karena waktu yang diamanatkan telah terlampaui maka dengan UU No.3/2004 ditegaskan kembali bahwa pengawasan terhadap bank akan dilaksanakan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen yang akan dibentuk selambat-lambatnya pada 31 Desember 2010.
Pengunduran batas waktu pembentukan lembaga tersebut, ditetapkan dengan memperhatikan kesiapan sumber daya manusia dan infrastruktur lembaga tersebut dalam menerima pengalihan pengawasan bank dari Bank Indonesia.
Pengalihan fungsi pengawasan bank dari Bank Indonesia kepada lembaga pengawasan sektor jasa keuangan dilakukan secara bertahap setelah dipenuhinya syarat-syarat yang meliputi infrastruktur, anggaran, personalia, struktur organisasi, sistem informasi, sistem dokumentsi, dan peraturan pelaksanaan berupa perangkat hukum serta dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Dengan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka fungsi Bank Indonesia untuk melakukan pengawasan bank sebgaimana diatur dalam Pasal 8 huruf c jo Pasal 24 jo Pasal 27 UU No.23/1999 diambil alih oleh Otoritas Jasa Keuangan. Namun demikian, selama Lembaga tersebut belum dibentuk maka tugas pengaturan dan pengawasan Bank dilaksanakan oleh Bank Indonesia.
Sumber : http://h3r1y4d1.wordpress.com/2012/04/05/peranan-perbankan-dan-perekonomian-indonesia/
C .Tugas dan Fungsi Bank (umum)
Tugas dan Fungsi Bank Umum
Tugas Bank
1. Tugas Bank Central :
a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
c. Mengatur dan mengawasi perbankan
2. Tugas Bank Umum
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, tabungan
b. Memberi kredit
c. menerbitkan surat pengakuan utang
d. membeli, menjual, atau meminjam atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabah
e. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang.
3. Tugas Bank Perkreditan Rakyat
a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
b. memberikan kredit
c. menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
d. menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, atau tabungan pada bank lain.
Fungsi Bank
1. Fungsi Bank Central :
a. Bank sirkulasi
Mengatur peredaran keuangan suatu negara.
b. Bank to bank
Mengatur perbankan di suatu negara
c. Lender of the last resort
Sebagai tempat peminjaman yang terakhir
2. Fungsi-fungsi bank umum :
a. Penciptaan uang
Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran lewat mekanisme pemindahbukuan (kliring). Kemampuan bank umum menciptakan uang giral menyebabkan possisi dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter. Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan uang giral.
b. Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran
Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran. Beberapa jasa yang amat dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman, seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik.
c. Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat
Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank umum adalah dana simpanan. Di Indonesia dana simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito,tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Kemampuan bank umum menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Dana-dana simpanan yang berhasil dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, utamanya melalui penyaluran kredit.
d. Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional
Bank umum juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan dan atau memperlancar transaksi internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal. Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua pihak yang berbeda negara selalu muncul karena perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter masing-masing negara. Kehadiran bank umum yang beroperasi dalam skala internasional akan memudahkan penyelesaian transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya bank umum, kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah, cepat, dan murah.
e. Penyimpanan Barang-Barang Berharga
Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu jasa yang paling awal yang ditawarkan oleh bank umum. Masyarakat dapat menyimpan barang-barang berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safety box atau safe deposit box). Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan sekuritas atau surat-surat berharga.
f. Pemberian Jasa-Jasa Lainnya
Di Indonesia pemberian jasa-jasa lainnya oleh bank umum juga semakin banyak dan luas. Saat ini kita sudah dapat membayar listrik, telepon membeli pulsa telepon seluler, mengirim uang melalui atm, membayar gaji pegawai dengan menggunakan jasa-jasa bank.
3. Fungsi BPR
Fungsi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) secara umum adalah sebagai badan usaha yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, harus mampu menunjang modernisasi pedesaan dan memberikan layanan jasa perbankan bagi golongan ekonomi lemah/ pengusaha kecil. Sebagian besar pelayanan BPR diberikan kepada masyarakat yang bermodal kecil, yang sebagian berada pada sektor informal, sehingga perbaikan kinerja, baik keuangan, manajemen, administrasi harus ditingkatkan kualitasnya.
1. Tugas Bank Central :
a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
c. Mengatur dan mengawasi perbankan
2. Tugas Bank Umum
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, tabungan
b. Memberi kredit
c. menerbitkan surat pengakuan utang
d. membeli, menjual, atau meminjam atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabah
e. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang.
3. Tugas Bank Perkreditan Rakyat
a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
b. memberikan kredit
c. menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
d. menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, atau tabungan pada bank lain.
Fungsi Bank
1. Fungsi Bank Central :
a. Bank sirkulasi
Mengatur peredaran keuangan suatu negara.
b. Bank to bank
Mengatur perbankan di suatu negara
c. Lender of the last resort
Sebagai tempat peminjaman yang terakhir
2. Fungsi-fungsi bank umum :
a. Penciptaan uang
Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran lewat mekanisme pemindahbukuan (kliring). Kemampuan bank umum menciptakan uang giral menyebabkan possisi dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter. Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan uang giral.
b. Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran
Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran. Beberapa jasa yang amat dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman, seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik.
c. Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat
Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank umum adalah dana simpanan. Di Indonesia dana simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito,tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Kemampuan bank umum menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Dana-dana simpanan yang berhasil dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, utamanya melalui penyaluran kredit.
d. Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional
Bank umum juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan dan atau memperlancar transaksi internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal. Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua pihak yang berbeda negara selalu muncul karena perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter masing-masing negara. Kehadiran bank umum yang beroperasi dalam skala internasional akan memudahkan penyelesaian transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya bank umum, kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah, cepat, dan murah.
e. Penyimpanan Barang-Barang Berharga
Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu jasa yang paling awal yang ditawarkan oleh bank umum. Masyarakat dapat menyimpan barang-barang berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safety box atau safe deposit box). Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan sekuritas atau surat-surat berharga.
f. Pemberian Jasa-Jasa Lainnya
Di Indonesia pemberian jasa-jasa lainnya oleh bank umum juga semakin banyak dan luas. Saat ini kita sudah dapat membayar listrik, telepon membeli pulsa telepon seluler, mengirim uang melalui atm, membayar gaji pegawai dengan menggunakan jasa-jasa bank.
3. Fungsi BPR
Fungsi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) secara umum adalah sebagai badan usaha yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, harus mampu menunjang modernisasi pedesaan dan memberikan layanan jasa perbankan bagi golongan ekonomi lemah/ pengusaha kecil. Sebagian besar pelayanan BPR diberikan kepada masyarakat yang bermodal kecil, yang sebagian berada pada sektor informal, sehingga perbaikan kinerja, baik keuangan, manajemen, administrasi harus ditingkatkan kualitasnya.
Fungsi dari
bank umum dalam perekonomian sangat penting dan strategis. Bank umum sangat
penting dalam hal menopang kekuatan dan kelancaran sistem pembayaran dan
efektivitas kebijakan moneter. Fungsi-fungsi bank umum seperti yang diuraikan
di bawah ini menunjukkan pentingnya keberadaan bank umum dalam perekonomian
modern:
Meyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam kegiatan
ekonomi
Menciptakan uang
Menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada
masyarakat
Menawarkan jasa-jasa keuangan lainnya
Menyalurkan kredit
Bank umum harus mampu menarik dana masyarakat sebanyak mungkin. Kemampuan
menarik dana masyarakat ini merupakan persoalan tersendirikarena selalu
berhadapan dengan biaya yang harus dikeluarkan dalam rangka penarikan dana
tersebut.
D . Peraturan Perundang-Undang Bank Indonesia
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
6 TAHUN 2009
TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2
TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANGUNDANG NOMOR 23 TAHUN 1999
TENTANG BANK INDONESIA MENJADI UNDANG-UNDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a.bahwa sehubungan dengan telah terjadi krisis
ekonomi secara global yang
mempengaruhi stabilitas
sistem keuangan termasuk perbankan, diperlukan upaya untuk menjaga kepercayaan
masyarakat terhadap perbankan sehingga tidak menyebabkan kesulitan pendanaan
jangka pendek bagi Bank karena ketidaksesuaian antara arus dana masuk yang
lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar;
b.bahwa berdasarkan ketentuan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2004, Bank
Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
kepada Bank untuk mengatasi
kesulitan pendanaan
jangka pendek Bank;
c.bahwa pengaturan mengenai kriteria agunan
yang dijaminkan oleh Bank
untuk memperoleh kredit
atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dari
Bank Indonesia tidak
sejalan dengan kondisi ekonomi saat ini, sehingga Presiden telah menetapkan
Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia;
d.bahwa perubahan terhadap ketentuan yang
mengatur mengenai kredit
atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah dari Bank Indonesia
kepada Bank untuk
mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek bagi Bank dengan menetapkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia, merupakan langkah tepat untuk
menjaga kepercayaan
masyarakat terhadap perbankan;
e.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, dan
huruf d, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia
menjadi Undang-Undang;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1),
Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 22 ayat
(1) dan ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun
1945;
2. Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang
Perbankan (Lembaran
Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 31,
Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor
3472) sebagaimana telah
diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan (Lembaran
Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia
Nomor 3790);
3. Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia (Lembaran
Negara Republik
Indonesia Tahun 1999
Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3843)
sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2004
tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia (Lembaran
Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia
Nomor 4357);
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6
TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN1999 TENTANG BANKINDONESIA
MENJADI UNDANG-UNDANG
I. UMUM
Dampak krisis keuangan
global saat ini berimbas pada berbagai negara
termasuk Indonesia,
karena sistem keuangan global saling interdependensi.
Menyikapi krisis
keuangan global tersebut pemerintah Indonesia sudah,
tengah, dan akan terus
melakukan berbagai langkah antisipatif dan
mengambil
langkah-langkah responsif dalam membendung dampak krisis
keuangan global sehingga
stabilitas sistem keuangan nasional tetap
terpelihara.
Selama ini pelaksanaan
fungsi sebagai the Lender of the Last Resort (LoLR)
dilakukan oleh Bank
Indonesia melalui pemberian fasilitas kredit kepada
Bank yang mengalami
kesulitan pendanaan jangka pendek dan dijamin
dengan agunan yang
berkualitas tinggi dan mudah dicairkan, namun
pengaturan mengenai
kriteria agunan tersebut tidak sejalan dengan kondisi
ekonomi saat ini.
Salah satu upaya untuk
menjaga kepercayaan masyarakat terhadap
perbankan agar tidak
menyebabkan kesulitan pendanaan jangka pendek
bagi Bank karena
ketidaksesuaian antara arus dana masuk yang lebih kecil
dibandingkan dengan arus
dana keluar adalah dengan merubah kriteria
agunan yang dijaminkan
oleh Bank untuk memperoleh kredit atau
pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah dari Bank Indonesia. Pemerintah
menilai kebutuhan
perubahan kriteria tersebut merupakan keadaan
kegentingan yang memaksa
sehingga Presiden telah menetapkan Peraturan
Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia.
Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1999 tentang Bank
Indonesia oleh Presiden berdasarkan Pasal 22 ayat (1)
Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk
memenuhi kebutuhan yang
sangat mendesak dan hal ihwal kegentingan
yang memaksa merupakan
langkah tepat untuk menjaga kepercayaan
masyarakat terhadap
perbankan dalam menghadapi ancaman krisis
keuangan global,
sehingga Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia perlu mendapat persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat
untuk ditetapkan menjadi Undang-Undang sesuai
dengan Pasal 22 ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.